Amalan dan Doa di Hari Jumat – Seperti kita ketahui bersama bahwa hari Jumat ialah hari terbaik atau disebut sebagai “Sayyidul Ayyam” (سيد الأيام) yang tentu saja menyimpan keistimewaan ludang keringh dibanding dengan hari-hari yang lain. Dan ada ketika mustajab di mana doa-doa kita pada hari Jumat (doa hari jumaat) akan dikabulkan oleh Allah SWT. Meskipun waktu mustajab di hari Jumat itu dirahasiakan.
Karena itu pada hari Jumat dianjurkan untuk memperbanyak amalan-amalan sunnah. Ada banyak amalan sunnah yang sanggup dilakukan pada hari dan malam Jumat. Diantaranya ialah yang sudah dirangkum oleh Habib Sulfi Alaydrus dalam blognya sebagai memberikankut :
1. Disunnahkan pada shalat Shubuh di hari Jum’at, imam membaca surat al-Sajdah al-Insan secara sempurna.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ، يَوْمَ الْجُمُعَةِ: الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ، وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ
Bahwanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kadab mengerjakan shalat Shubuh pada hari Jum’at, dia membaca: “ALIF LAAM MIIM TANZIIL” (surat As Sajadah) dan, “HAL ATAA ‘ALAL INSAANI HIINUM MINAD DAHRI” (surat Al Insan). (HR. Bukhari No.891, dan Muslim No.879).
2. Disunnahkan memperbanyak membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Hal ini berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dia bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
“Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal ialah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi janjkematian seluruh makhluk. Oleh lantaran itu perbanyaklah shalawat di hari Jum’at, lantaran shalawat akan disampaikan kepadaku.”
Para shahabat berkata: “Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mentasumsi: “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi.” (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim)
3. Disunnahkan membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at berdasarkan hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
“Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan untuknya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyinarinya dengan cahaya antara dia dan Baitul ‘atiq.” (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim)
4. Melaksanakan shalat Jum’at bagi pria muslim, merdeka, mukallaf, dan tinggal di negerinya. Atas mereka shalat Jum’at hukumnya wajib. Sementara bagi budak, wanita, anak kecil dan musafir, maka shalat Jum’at tidak wajib atas mereka. Namun, kalau mereka mengdatang inya, maka tidak apa-apa dan sudah gugur kewajiban Dzuhurnya. Dan kewajiban mengdatang i shalat Jum’at menjadi gugur disebabkan beberapa sebab, di antaranya sakit dan rasa takut. (Lihat: Syarh al-Mumti’: 5/7-24)
5. Mandi besar pada hari Jum’at juga termasuk tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau bersabda,
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
“Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum’at hendaklah dia mandi.” (HR. Muslim)
6. Memakai minyak wangi, bersiwak, dan mengenakan pakaian terbagusnya merupakan adat mengdatang i shalat Jum’at yang kudu diperhatikan oleh seorang muslim. Dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
“Siapa mandi pada hari Jum’at, kemudian menggunakan pakaiannya (yang bagus) dan menggunakan wewangian, kalau punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum’at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, kemudian melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum’at.” (HR. Ahmad)
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ
“Mandi hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu pula dengan bersiwak dan menggunakan wewangian kalau bisa melaksanaknnya (jika ada).” (HR. Bukhari dan Muslim)
7. Disunnahkan berangkat ludang keringh pagi (ludang keringh awal) ketika mengdatang i shalat Jum’at. Sunnah ini hamper-hampir saja mati dan tidak pernah terlihat lagi.
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Barangsiapa mandi di hari Jum’at menyerupai mandi janabah, kemudian tiba di waktu yang pertama, ia menyerupai berkurban seujung unta. Barangsiapa yang tiba di waktu yang kedua, maka ia menyerupai berkurban seujung sapi. Barangsiapa yang tiba di waktu yang ketiga, ia menyerupai berkurban seujung kambing gibas. Barangsiapa yang tiba di waktu yang keempat, ia menyerupai berkurban seujung ayam. Dan barangsiapa yang tiba di waktu yang kelima, maka ia menyerupai berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat tiba dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhori dan Muslim)
dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Apabila hari Jum’at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
8. Saat menunggu imam datang, seorang muslim yang mengdatang i shalat jum’at dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan shalat, dzikir ataupun membaca Al-Qur’an.
9. Wajib mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama, tidak boleh sibuk sendiri sehingga tidak memperhatikannya. Akibatnya, Jum’atannya akan sia-sia.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum’at, “Diamlah!”, sewaktu imam berkhutbah, berarti kemu telah berbuat sia-sia.” (Muttafaqun ‘Alaih, lafadz milik al Bukhari)
Makna laghauta, berdasarkan Imam al Shan’ani dalam Subulus Salam”, arti yang paling mendekati kebenaran ialah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak mempunyai evaluasi baik. Adapula yang mengatakan, (artinya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan penilaiannya menyerupai shalat Dhuhur.”
Dalam hadits lain, dia Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum’atnya.” (HR. Muslim)
Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim, “dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berkhasiat pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat arahan biar menghadapkan hati dan anggota tubuh untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan arti lagha (perbuatan sia-sia) ialah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya.”
laghauta : yaitu yang tidak mempunyai evaluasi baik. Adapula yang mengatakan, (artinya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan penilaiannya menyerupai shalat Dhuhur.
10. Pada ketika masuk masjid, didapati imam sudah naik mimbar memberikan khutbah, maka tetap disunnahkan untuk shalat dua rakaat yang ringan sebelum ia duduk. Hal ini didasarkan kepada hadits Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, yang menceritakan: Bahwa Sulaik al-Ghathafani tiba ke masjid pada hari Jum’at ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah. Sulaik pribadi duduk, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika salah seorang kalian mendatangi shalat Jum’at, dan (mendapati) imam sedang khutbah, maka hendaknya ia shalat dua rakaat kemudian gres duduk.” (HR. Muslim)
11. Jika sudah selesai melaksanakan shalat Jum’at, disunnahkan mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Di sebagian riwayat disebutkan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam shalat setelah Jum’at sebanyak dua rakaat, (Muttafaq’ alaih). Dan terdapat dalam riwayat lain, dia Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kepada orang yang melaksanakan shalat setelah Jum’at sebanyak empat rakaat, (HR. Muslim)
Baca juga:
Fadhilah Surat Al-Fatihah Untuk Lunas Hutang
Amalan Wirid Surat Al-Waqiah 3 kali Sehari. Buktikan Manfaatnya
Kisah Nyata Pengamal Wirid Doa Nurbuwat
Ishaq rahimahullah berkata, “Jika ia shalat (sunnah ba’da Jum’at) di masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan kalau melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat.”
Abu Bakar al-Atsram berkata, “Kedua-duanya boleh.” (al-Hadaiq, Ibnul Jauzsi: 2/183)
“Jika ia shalat (sunnah ba’da Jum’at) di masjid maka ia shalat empat rakaat. Dan kalau melaksanakannya di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat.”
12. Memperbanyak doa di penghujung hari Jum’at, lantaran termasuk waktu mustajab untuk dikabulkannya doa. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radliyallah ‘Anhu, dia bercerita: “Abu Qasim (Rasululah) Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim bangkit berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada ketika itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.” Lalu dia mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk memperlihatkan masanya yang tidak usang (sangat singkat). (HR. Bukhori dan Muslim)
13. Dimakruhkannya puasa pada hari jum’at kalau sebelum dan atau sesudahnya tidak melaksanakan puasa. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ، إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
“Janganlah seorang dari kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali dibarengi dengan satu hari sebelum atau sesudahnya”. (Shahih Bukhari, no. 1985, Shahih Muslim, no.1144. Adapun yang tertera disini ialah redaksi Imam Bukhari)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Juwairiyah “ummul mu’minin” (ibunda kaum mukmin, istri Rasulullah) radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ، فَقَالَ: «أَصُمْتِ أَمْسِ؟»، قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا؟» قَالَتْ: لاَ، قَالَ: فَأَفْطِرِي
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemuinya pada hari Jum’at kadab dia sedang berpuasa. Beliau bertanya: “Apakah kemarin kau juga berpuasa?” Dia mentasumsi: “Tidak”. Beliau bertanya lagi: “Apakah besok kau berniat berpuasa?” Dia mentasumsi: “Tidak”. Maka Beliau berkata: “Berbukalah (batalkan puasamu)” (Shahih Bukhari, no.1986)
Menurut pendapat yang shohih dalam madzhab syafi’i dan juga pendapat lebih banyak didominasi ulama’ puasa pada hari jum’at secara tersendiri hukumnya makruh, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi.
Baca juga : Doa Agar Suami Istri Tetap Hidup Rukun Tidak Berpisah
Imam Nawawi juga menjelaskan bahwa pesan tersirat dari dimakruhkannya puasa pada hari jum’at secara tersendiri ialah dikarenakan hari jum’at merupakan hari yang dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah berupa dzikir, do’a, membaca qur’an dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh lantaran itu disunahkan untuk tidak berpuasa pada hari ini biar sanggup membantu pengaplikasian kegiatan-kegiatan tersebut dengan ulet tanpa kebosanan. Hal ini menyerupai halnya ajuan yang diperuntukkan bagi orang haji yang sedang berada di padang arafah, yang ludang keringh utama baginya ialah tidak melaksanakan puasa lantaran pesan tersirat yang sama menyerupai dalam hal kemakruhan puasa jum’at.
Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari sayyidina Ali karramallahu wajhah;
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَطَوِّعًا مِنَ الشَّهْرِ أَيَّامًا، فَلْيَكُنْ صَوْمُهُ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَلَا يَصُومُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَإِنَّهُ يَوْمُ طَعَامٍ وَشَرَابٍ، وَذِكْرٍ
“Barangsiapa diantara kalian yang mengerjakan amalan sunah beberapa dari satu bulan, maka hendaklah puasanya dikerjakan pada hari kamis, dan tidak berpuasa pada hari jum’at, lantaran sesungguhnya hari jum’at ialah hari makan , minum (tidak berpuasa), dan berdzikir”. (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah No.9243)
Sedangkan berdasarkan pendapat yang dipilih oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar, pesan tersirat dari kemakruhan puasa pada hari jum’at ialah bahwa hari jum’at ialah hari raya kaum muslimin, dan sebagaimana yang dudah diketahui pada hari raya kita dihentikan untuk berpuasa. Hal ini dikuatkan dengan hadits marfu’ dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Hakim;
يَوْمُ الْجُمُعَةِ عِيدٌ فَلَا تَجْعَلُوا يَوْمَ عِيدِكُمْ يَوْمَ صِيَامِكُمْ إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
“Hari jum’at ialah hari raya, maka jangan kalian jadikan hari raya kalian sebagai hari puasa kalian kecuali kalau sebelum atau sesudahnya kalian berpuas.” (Al-Mustadrak, No.1595)
Sedangkan berdasarkan pendapat lain yang dipilih oleh Imam Suyuthi, pesan tersirat dari kemakruhan puasa pada hari jum’at ialah untuk menyelisihi orang-orang yahudi dimana mereka berpuasa pada hari raya mereka.
14. Dimakruhkannya melaksanakan ibadah yang khusus pada malam harinya.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat malam di antara malam-malam yang lain, dan jangan pula dengan puasa, kecuali memang bertepatan dengan hari puasanya.” (Shahih Muslim, no.1144)
Dalam kitab Syarah Shohih Muslim imam Nawawi menjelaskan bahwa didalam hadits ini terdapat larangan yang terperinci mengenai pengaplikasian sholat yang khusus dilakukan pada malam jum’at, dan kemakruhan ini telah disepakati oleh tiruana ulama’.
15. Memperbanyak do’a di hari Jum’at (doa hari jumat).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari Jum’at kemudian ia bersabda,
فِيهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa kadab itu, niscaya dimemberikankan apa yang ia minta” Lalu dia mengisyaratkan dengan tangannya perihal sebentarnya waktu tersebut. (HR. Al Hakim)
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari kadab menjelaskan hadits ini dia menyebutkan 42 pendapat ulama perihal waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.
Kapan waktu mustajab di hari Jum’at?
Pendapat pertama, yaitu waktu semenjak imam naik mimbar hingga selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
“Waktu tersebut ialah kadab imam naik mimbar hingga shalat Jum’at selesai” (HR. Al Hakim).
Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.
Pendapat kedua, yaitu setelah ashar hingga terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, kalau seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla niscaya akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar” (HR. Abu Dawud).
Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, pendapat ini yang ludang keringh masyhur dikalangan para ulama.
Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.
Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan tiruana pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”.
Demikian sampaikan oleh Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus dalam blognya berkaitan dengan amalan-amalan istimewa yang dilakukan pada hari dan malam Jumat. Setelah melaksanakan amalan-amalan tersebut, jangan lupa juga berdoa, lantaran doa kita di hari Jumat sanggup jadi akan ludang keringh mustajab. Semoga memberi manfaat...
Advertisement